MEDAN (HARIANSTAR.COM) – Diakhir masa jabatannya sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Medan periode 2019-2024, Dhiyaul Hayati SAg MPd mengajak masyarakat agar menjaga anak dari bahaya narkoba, prostitusi, pergaulan bebas dan tindak kriminalitas lainnya.
“Perda Nomor 6 Tahun 2023 ini diterbitkan oleh Pemerintah Kota Medan untuk menjamin terpenuhnya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,” ujar Dhiyaul, Minggu (15/9/2024).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mengingatkan para orangtua bahaya gadget yang sangat mempengaruhi anak-anak. Apalagi di era digital saat ini, anak-anak cenderung lebih cinta memegang gadget ketimbang mendengarkan arahan maupun perintah orangtua.
“Kalau kita ambil gadget atau handphonenya, pasti si anak marah. Anak-anak sekarang kurang peduli dengan orangtua dan lebih cinta dengan gadgetnya. Itulah makanya kita sebagai orangtua harus lebih meningkatkan pengawasan dan membatasi anak untuk mengurangi pemakaian gadget. Kita harus beri pemahaman pada anak bagaimana bahaya gadget, bahaya narkoba dan mencegah mereka agar tidak terjerumus rayuan-rayuan melalui media sosial. Contohnya, ada anak perempuan masih berstatus pelajar dan baru kenal dengan teman facebook. Lalu si anak dirayu dan mereka ketemuan. Ternyata si anak jadi korban prostitusi. Jadi kita harus ekstra hati-hati menjaga anak, beri mereka kehangatan keluarga dan selalu ajak ngobrol. Selalu mendoakan yang terbaik buat anak dan arahkan mereka untuk mengenal ilmu agama dan menjalankan ibadah,” kata Dhiyaul.
Dia menyebutkan, Perda Nomor 6 tahun 2023 yang ditandatangani Wali Kota Medan, Bobby Nasution terdiri dari 13 Bab dan 64 Pasal. Adapun mengenai pelarangan-pelarangan terhadap anak, tertuang dalam Bab VIII Pasal 54 yang menyebutkan, setiap orang atau dunia usaha dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
“Jika ini dilakukan, maka setiap individu dan dunia usaha yang melakukan kekerasan terhadap anak dipidana menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini tertuang pada Bab X Pasal 61,” katanya.
Dhiyaul juga mengingatkan kepada masyarakat agar mencegah pernikahan dini. Hal ini termaktub dalam Pasal 12 yang menyebutkan, orang tua berkewajiban mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak. “Artinya para orangtua juga harus menjaga agar tidak terjadi perkawinan atau pernikahan dini pada anaknya,” jelasnya.
Terkait persoalan anak jalanan, Pemko Medan melalui dinas sosial menangani permasalahan anak jalanan. Mereka ditertibkan lalu diberi pengarahan, bahkan pelatihan agar tidak lagi di jalanan.
Menyoal anak-anak di bawah umur yang terlibat tindak kriminalitas, mereka tidak langsung dihukum sanksi pidana melainkan direhabilitasi. Meski pun begitu, bukan berarti anak di bawah umur tidak dapat diberi sanksi hukum. Namun sanski hukumnya berbeda dengan orang dewasa.
“Penanganan perkara pidana terhadap anak memiliki perbedaan dengan penanganan perkara pidana terhadap orang dewasa. Penanganan perkara pidana terhadap anak diatur sendiri di dalam peraturan yang mengaturnya. Ada beberapa ketentuan yang mengatur terkait dengan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak,” jelasnya. (irw)