MEDAN (HARIANSTAR.COM) – Sampai saat ini Sumatera Utara menduduki peringkat ketiga dalam kasus Tuberkulosis (TB) di Indonesia.
Bahkan, tahun 2022 Sumatera Utara provinsi ke empat yang menjadi penyumbang kasus TB terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Hal itu dikatakan Ketua Tim Peneliti Forum Discusion Group (FGD) Universitas Sumatera Utara Dr.dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A(K) usai acara FGD Analisis Kemitraan Pemangku Kepentingan Dalam Penanggulangan Tuberkulosis di Sumatera Utara.
Kegiatan yang dihadiri para akademisi berbagai fakultas kedokteran, tokoh masyarakat, tokoh agama, bidang organisasi profesi kedokteran, dunia usaha, LSM dan pemangku kepentingan itu dilaksanakan Minggu (6/10/2024) di ruang rapat FK USU.
Dalam kegiatan itu juga dilakukan diskusi kelompok untuk mendapatkan apa yang akan dilakukan dalam penanggulangan TB di Sumatera Utara (Sumut).
“Salah satu kegiatan Tri Darma perguruan tinggi salah satunya penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Jadi kita ingin menggabungkan antara penelitian dan pengabdian dibidang TB,” ujar Oke Rina.
Harapannya, lanjutnya, agar TB tidak jadi momok di masyarakat. Intinya, masyarakat mengobati dan pencegahan TB di Sumut itu gampang dilakukan di berbagai tempat.
“Kita ingin (peringkat kasus TB) di Sumut itu turun,” ujarnya.
Menurutnya, perlu adanya kolaborasi multisektor untuk meningkatkan penemuan dan keberhasilan pengobatan kasus TB karena TB merupakan urusan semua orang.
Sementara peneliti lainnya yang juga akademisi Dr.dr. Delyuzar, M.Ked (P.A), Sp.P.A(K) menilai, tokoh kuncinya dalam FGD ini adalah Kadinkes, RS, Legislatif, tokoh agama, tokoh masyarakat. Juga LSM dan lembaga khusus serta dunia usaha yang akan mensupport pendanaan tentang bagaimana meningkatkan penanggulangan TB di Sumut.
“Tentu tidak bisa berjalan sendiri, perlu secara bersama sama terlibat. FK USU cukup komit untuk Indonesia bisa eradikasi TB atau TB tuntas di Sumut,” kata Delyuzar yang juga aktivis TB.
Karenanya, Delyuzar berharap dari pertemuan ini, pihaknya melihat potensi lembaga untuk suksesnya program TB. “Kita coba lihat lebih dalam, hambatan apa saja yang didapat termasuk anggaran, kerjasama lintas sektoral dan bagaimana dukungan pemerintah, masyarakat, tokoh agama,” ujarnya.
Dengan status TB di Sumut yang sekarang ini berada di level 3, Delyuzar kembali menekankan perlunya melakukan banyak hal termasuk kerjasama lintas sektoral. “Kita yakin, kalau semua punya komitmen yang sama dan saling menguatkan, kita yakin bisa masuk eradikasi TB, tapi kalau tidak, jalan di tempat,” katanya.
Karena itu, dalam diskusi yang dilaksanakan, Delyuzar mengatakan, mereka mencoba melihat atau mengetahui apa yang muncul di lapangan. Apa poin poin penting yang harus kita capai dalam penanggulangan TB.
“Kedepan, pertama kita dapat data dan ditulis jadi hasil penelitian kualitatif tapi disisi lain dengan temuan temuan kita ini, kita tindak lanjuti dengan menyusun program bersama seperti rapat dengar pendapat (RDP) yang di support legislatif. Sehingga akhirnya rencana aksi daerah (RAD) program TB menjadi lebih kuat di sumut,” jelasnya.
Setelah pertemuan ini, Delyuzar mengatakan akan dibuat dalam bentuk tulisan dan memberi masukan kepada pemerintah, apa yang harus kita lakukan bersama stake holder.
“Yang kita lakukan pertama komunikasi, kordinasi yang kuat, hilangkan egosektoral. Tapi, disisi lain mendorong agar penganggaran TB lebih besar,” ujarnya. (YS)