MEDAN (HARIANSTAR.COM) – Armanta Bukit, warga Tanah Karo,m mengaku menjadi korban ketidakadilan. Tabungannya senilai Rp200 juta di BNI Kabanjahe dikuras habis, pinjaman sebesar Rp140 juta tak kunjung dicairkan, dan rumah KPR miliknya di Graha Mandala Kabanjahe justru dibongkar secara sepihak.
Tak tinggal diam, Armanta menempuh jalur hukum dengan menggugat pihak BNI dan pengembang perumahan ke Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe, Pengadilan Tinggi (PT) Medan, Mahkamah Agung (MA), hingga Peninjauan Kembali (PK). Namun, perjuangan hukumnya selama 22 tahun kandas di semua tingkatan—seluruh gugatannya ditolak.
“Saya sudah cukup sabar. Tapi saya akan bongkar dan viralkan kebobrokan BNI Kabanjahe ini. Tabungan saya habis, pinjaman tak dicairkan, rumah pun dibongkar,” kata Armanta Bukit melalui sambungan telepon, Jumat (9/5/2025).
Armanta menuturkan, kejadian bermula pada tahun 2003 saat ia masih tinggal di Jakarta. Karena harus sering bolak-balik ke Kabanjahe, ia memutuskan membeli rumah KPR di Graha Mandala. Ia kemudian bertemu dengan Arnold Napitupulu yang mengaku sebagai pegawai BNI Kabanjahe dan menyetorkan uang panjar sebesar Rp50 juta.
Selama satu tahun pertama, Armanta dan keluarganya menempati rumah tersebut tanpa masalah. Namun setelah terjadi keretakan dalam rumah tangga, ia pindah ke Medan. Setelah itu, rumahnya dibongkar oleh pihak BNI dan pengembang karena ia dianggap gagal membayar cicilan.
“Bukan hanya rumah yang dibongkar, uang saya di rekening pun habis dikuras, dan pinjaman yang saya ajukan Rp140 juta juga tak dicairkan,” tegasnya.
Merasa ditipu, Armanta didampingi kuasa hukumnya, S. Firdaus Tarigan SH, SE, MM, CLA dan James Bangun SH, menggugat ke pengadilan. Namun, gugatan di PN Kabanjahe ditolak. Hal serupa terjadi saat ia mengajukan banding ke PT Medan dan kasasi ke MA—semuanya ditolak. Bahkan Peninjauan Kembali (PK) pun berujung sama: kandas.
Menanggapi kasus ini, kuasa hukum Armanta, S. Firdaus Tarigan menyebut peristiwa yang dialami kliennya sebagai bentuk penzoliman hukum yang sangat menyakitkan dan terstruktur.
“Kami akan menyurati Komisi Yudisial (KY) RI untuk meminta pemeriksaan terhadap para hakim yang menangani kasus ini,” tegas Firdaus.
Ia menambahkan, berdasarkan bukti kepemilikan, rumah yang dibeli Armanta telah sah secara hukum. Karena itu, tindakan pengembang—dalam hal ini Sentosa Tarigan—yang mengambil alih rumah kliennya dinilai sebagai perbuatan melawan hukum.
“Begitu sulitnya mencari kebenaran dan keadilan di negeri ini,” ucap Firdaus. (RED)