MEDAN – Warga Jalan Gandhi, Medan, kembali meminta Pengadilan Negeri (PN) Medan membatalkan eksekusi tanah yang dijadwalkan dilakukan pada Kamis 8 Mei 2025 mendatang.
Warga menolak upaya eksekusi pengosongan tanah yang keempat kalinya ini, karena gugatan yang mereka ajukan akan segera disidangkan.
Salah satu materi gugatan warga ke PN Medan ini terkait keabsahan M Sethuraman sebagai ahli waris tanah Jalan Gandhi yang disengketakan.
Penolakan itu disampaikan perwakilan warga, Benny, didampingi kuasa hukumnya, Bobby Christian Halim SH MH CPM dan Darwis di Jalan Tapanuli, Medan, Selasa (6/5/2025) sore.
“Kami menokak eksekusi yang sudah ke-4 kalinya ini. Kami warga Jalan Gandhi meminta PN Medan untuk membatalkan eksekusi 8 Mei,” pinta Benny.
Benny, merupakan salah seorang warga pemilik tanah yang akan dieksekusi tersebut. Dari 17 pemilik tanah, termasuk di Jalan Asia, 4 diantaranya sudah memiliki SHM.
Ia mengungkapkan keheranannya atas eksekusi tersebut. “Sebagian rumah warga sudah ada SHM, tidak pernah digugat sama sekali, tetapi tiba-tiba dieksekusi,” ujarnya heran.
Bobby Christian Halim SH MH CPM, selaku kuasa hukum 14 warga Jalan Gandhi, menimpali bahwa gugatan mereka sudah masuk ke PN Medan.
Ia menyayangkan jadwal eksekusi itu muncul di tengah proses gugatan warga tengah bergulir di PN Medan. Apalagi materi gugatan terkait langsung dengan agenda pengosongan lahan.
“Gugatan dengan nomor 199 dan 200 telah kita layangkan ke PN Medan dan sudah melalui berkali-kali mediasi. Tiga kali mediasi tidak dihadiri pihak tergugat. Di mediasi terakhir perwakilan tergugat hadir dan menyatakan mediasi tidak mungkin terjadi,” beber Bobby Lim.
Karena mediasi gagal, gugatan pun berlanjut ke persidangan.
“Jadwal sidang gugatan kita sudah ditetapkan panitera, yakni pada Rabu minggu depan (14 Mei 2025, red),” ungkapnya.
Melalui gugatan bernomor 199 dan 200 itu, Bobby Lim menegaskan pihaknya menggugat status M Sethuraman sebagai ahli waris atas tanah yang disengketakan. Dan gugatan kedua terkait penegasan kepemilikan warga atas tanah yang sudah memiliki SHM.
“Kami mengajukan dua gugatan. Pertama, terkait keabsahan M Sethuraman sebagai ahli waris. Yang kedua, terkait hak kepemilikan warga yang sudah memiliki SHM. Ini kan aneh, warga yang sudah punya SHM, bayar pajak, bisa melakukan jual beli, sudah cek bersih, di notaris juga tidak ada masalah, sudah HT (Hak Tanggungan), tetapi tiba-tiba terikut dalam bagian lahan yang akan dieksekusi,” tegas Bobby Lim.
Pihaknya mengaku sangat heran dengan upaya eksekusi oleh tergugat yang sudah 4 kali dalam beberapa bulan terakhir.
“Kami harapkan, proses hukum yang sedang berjalan saat ini agar dapat dihormati pihak tergugat. Di pengadilan nanti bisa dibuka sejelas-jelasnya terkait bukti kepemilikan atas lahan tersebut,” lanjut Bobby Lim.
Ditegaskannya, eksekusi itu sendiri fatal karena tidak sesuai dengan pedoman Mahkamah Agung. Apalagi sebagian warga pemegang SHM, tidak pernah digugat untuk pembatalan sertifikat.
“Putusan eksekusi ini, putusan yang tidak boleh dilakukan eksekusi. Kami mengambil pedoman Mahkamah Agung. Putusan di sana jelas, putusan eksekusi non eksekutable. Karena belum adanya kejelasan kepemilikan dalam putusan yang lama, termasuk terkait luas-luas dan batas,” ungkap Bobby.
Dan yang paling penting, lanjutnya, tanah. itu sudah kembali menjadi tanah milik negara.
“Dalam prosesnya, penguasaan tanah oleh warga selama puluhan tahun, sesuai undang-undang agraria, berhak mengurus kepemilikan atas tanah tersebut. Dari situ lah terbit SHM,” beber Bobby terkait ihwal kepemilikan SHM warga.
Demi mengawal kasus gugatan ini, pihaknya telah menyurati berbagai pihak terkait, termasuk Komisi Yudisial Indonesia untuk permohonan pemantauan dan atensi.
“Kasus ini tidak hanya berdampak pada warga Jalan Gandhi saja, tapi bisa saja dialami masyarakat lainnya di seluruh Indonesia. Bagaimana warga yang sudah memiliki surat berkekuatan hukum tetap, memiliki SHM bisa dieksekusi…,” sebutnya.
Kasus tanah Jalam Gandhi, kata Bobby, mirip dengan kasus viral tanah ber-SHM di Bekasi yang langsung menarik atensi Menteri ATR Nusron Wahid.
“Kami meminta bantuan Menteri ATR dan Presiden Prabowo agar turun membantu menyelesaikan masalah tanah Jalan Gandhi, demi tegaknya hukum. Beberapa rumah warga telah bersertifikat hak milik, dan belum pernah sama sekali digugat atas kepemilikan sertifikat tersebut, namun dilakukan eksekusi,” ujar Bobby.
Apalagi pihak BPN sebelumnya juga tidak pernah dilibatkan dalam pengukuran selama proses gugatan sebelumnya.
“Jika eksekusi ini terjadi oleh pihak yang yang tidM memegang hak kepemilikan apapun, maka tidak tertutup kemungkinan nanti di tempat lain, siapapun yang memegang Sertifikat Hak Milik, dan membayar PBB setiap tahunnya, menjadi tidak berguna,” ungkapnya.
Dan seluruh masyarakat Indonesia pemegang SHM di mana pun, suatu hari bisa potensi menjadi korban. Tanahnya dieksekusi, tanpa gugatan pembatalan SHM terlebih dahulu.
Ia juga menyinggung putusan Perlawanan Eksekusi sebelumnya di PN Medan, yang memutuskan bahwa eksekusi hanya boleh dilakukan jika sudah ada gugatan serta merta.
“Gugatan serta merta, terkait hak alas kepemilikan dan batas-batas, hingga saat ini belum ada. Apalagi pengukuran yang melibatkan BPN, tidak pernah dilakukan,” ujar Bobby Lim. (Red)