MEDAN (HARIANSTAR.COM) – Harapan Agus Azhar dan kawan-kawan selalu mantan buruh di PT Hotel Danau Toba Internasional Medan kembali pupus.
Itu tak lama setelah panggilan Klarifikasi resmi yang dijadwalkan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Sumatera Utara kandas tanpa hasil.
Pihak PT Hotel Danau Toba mangkir dari panggilan yang sah pada Jumat (7/11/2025).
Absennya pihak PT Hotel Danau Toba pada agenda resmi tersebut bukan hanya memicu kekecewaan mendalam bagi Agus dkk, tetapi juga menuai kritik keras dari kuasa hukum buruh, dari Law Office Advokat Ramdania SH.
“Ketika perusahaan tidak hadir dalam panggilan Klarifikasi resmi yang telah dipanggil secara sah, itu dapat dianggap sebagai bentuk tidak beritikad baik. Bahkan secara tidak langsung, ini mengangkangi lembaga pemerintah,” tegas tim hukum Ramdania SH usai pertemuan di Kantor Disnaker Sumut.
Menurut keterangan Agus Azhar, ia dan lima rekannya berjuang menuntut kekurangan upah mereka sejak tahun 2020 hingga tahun 2025 ini, dan Agus juga menyampaikan bahwa mereka sudah pernah melaporkan hal kekurangan upah ini ke UPT 1 Wasnaker dan sudah dikeluarkan Nota namun hingga kini pihak Hotel Danau Toba tetap tidak membayarkan.
Menyikapi hal tersebut atas kordinasi tim Hukum Law Office Ramdania SH, Agus Azhar dkk menyambangi Sekretariat Forum Buruh Madani Indonesia di kecamatan Medan Perjuangan, untuk melakukan dialog dan berdiskusi tentang hal yang dialami mereka.
Awaluddin Pane, selaku Ketua Forum Buruh Madani Indonesia menyambut baik kehadiran Agus dkk.
Berdasarkan pantauan tim awak media ini dalam pertemuan tersebut, Agus menceritakan bahwa ia dan lima rekannya bekerja di Hotel Danau Toba, dengan upah yang mereka terima di bawah ketentuan dan Agus juga menceritakan bahwa mereka sudah menempuh jalur ke Wasnaker UPT 1, namun pihak Hotel tetap tidak membayarkan kekurangan upah tersebut.
“Kami pun masih tetap menjalankan pekerjaan itu pak demi kebutuhan keluarga, ya sebenarnya tidak mencukupi tapi harus bagaimana lagi,” ungkap Agus lirih.
”Harapan kami dengan kembalinya kami mengadukan hal ini kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara, supaya Ibu Yuliani Siregar selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara dapat membantu kami untuk menyelesaikan persoalan ini agar kekurangan upah kami bisa dibayarkan oleh pihak Hotel, sebab kami sudah tidak bekerja lagi,” sambung Agus.
Usai mendampingi Agus Azhar dalam panggilan Klarifikasi di Disnaker Sumut, Ketua Forum Buruh Madani Indonesia Awaluddin Pane mengatakan, bahwa pekerja sudah menempuh jalur nya dalam menuntut hak-haknya namun masih banyak pihak-pihak perusahaan yang tidak mematuhi aturan-aturan yang di buat oleh pemerintah.
“Tuntutan pekerja sudah melalui proses dan jalurnya, namun bagaimana pemerintah yang membuat peraturan penetapan upah minimum Provinsi melalui keputusan Gubernur Sumatera Utara tidak di jalankan oleh pengusaha itu, apa gunanya surat keputusan tersebut, jika sanksi hukum nya tidak dilakukan,” ujar Awaluddin.
Menanggapi hal Ketua DPP PPMI MADANI INDONESIA Faisal Siregar, melalui menilai ketidakhadiran perusahaan atau PT Hotel Danau Toba dalam Panggilan Klarifikasi oleh Disnaker Sumut, itu tidak menghargai pemerintah.
“Tak hadir tanpa alasan yang jelas itu suatu tindakan yang tidak menghargai Disnaker Sumut selaku Institusi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Apalagi sudah pernah ada nota dari UPT 1 Wasnaker Sumut. Ini yang sebenarnya perlu dipertegas harus ada tindakan dan langkah hukum yang tegas atas Surat Keputusan Gubernur Sumut tentang penetapan upah minimum Provinsi tersebut,” ungkap Faisal.
Saat ini Serikat Pekerja Serikat Buruh Sumut terus menyuarakan tentang kenaikan upah minimum Provinsi Sumatera Utara dalam penetapan upah minimum Provinsi tahun 2026.
“Untuk itu kami minta kepada Gubernur Sumut Bapak Bobby Nasution, mampu dan berani mengambil tindakan hukum ketika Keputusan Gubernur itu dilanggar. Ketetapannya sudah, sanksinya juga sudah, tapi selama ini keberanian untuk melakukan tindakan atas pelanggaran dan sanksi hukum tersebut tidak pernah terjadi hingga saat ini,” ujarnya.
Pemerintah harus mampu mengambil langkah hukum atas keputusan yang sudah dibuatnya, dan tak mesti lagi buruh itu menempuh jalur pengadilan.
“Karena apalah daya buruh berperkara di pengadilan melawan pengusaha,” sebut Faisal.
Ia juga menegaskan bahwa prosedur dan langkah hukum yang ditempuh para buruh telah sejalan dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016, yang mewajibkan para pihak hadir langsung dalam proses mediasi.
“Artinya tahapan ini juga kan sudah melalui aturan hukum yang berlaku. Jadi harapan kami kepada bapak Bobby Nasution selaku Gubernur Sumut dapat mempertimbangkan hal ini, antara investasi dan kesejahteraan buruh,” katanya.




























