Saat ini, berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara dari tahun 1994 sampai September 2023 menyebutkan, Estimasi ODHIV di Sumut sebanyak 25.415 orang yang tersebar di 34 kabupaten/kota.
Jumlah ODHIV yang ditemukan berdasarkan faktor resiko di Sumut Tahun 2023 yaitu pelanggan 12 persen, IDU 1 persen, pasangan 10 persen, PS 4 persen, LSL 63 persen, waria 2 persen, lain lain 8 persen.
Karenanya, untuk melakukan pencegahan, pengobatan dan akses layanan HIV sangatlah penting dilaksanakannya kerjasama atau kolaborasi antara pemerintah dengan pegiat HIV atau LSM yang peduli HIV.
Kordinator CSSHR PKBI Sumut Erwin mengatakan, pencegahan HIV/AIDS selama ini programnya lebih banyak dijalankan LSM pegiat HIV dengan melakukan penjangkauan populasi kunci yang beresiko seperti pekerja sek perempuan, waria, LSL, pengguna NAPZA suntik, pelanggan pekerja sek.
“Kalau di level pelayanan kesehatan, pencegahannya lebih kepada melakukan sosialisasi. Kalau LSM lebih ke akar rumput. Pelayanan kesehatan menunggu datangnya pasien, maka LSM yang merujuk ke pelayanan kesehatan. Ini sangat efektip mendongkrak kasus HIV yang ditemukan selama ini,” katanya.
Namun, Erwin tidak memungkiri kalau selama ini LSM pegiat HIV mendapat dana dari support pendana internasional untuk melakukan penjangkauan pada populasi beresiko. Untuk itu, dibutuhkan personil yang banyak, apalagi banyaknya hotspot yang beresiko di Sumatera Utara.
Walaupun sekarang penjangkauan bisa dikembangkan dengan Media Sosial tetapi hal ini harus dikaji lagi seberapa efektip.
Jadi, menyikapi hal itu dibutuhkan kolaborasi dimana LSM mendorong yang beresiko untuk melakukan tes dan Puskesmas, rumah sakit siap menerima populasi kunci yang datang untuk dilakukan tes.
Saat ini, Dinas Kesehatan sudah cukup banyak menyediakan pelayanan di Puskesmas dan rumah sakit. Bahkan untuk melakukan screening atau tes HIV sudah bisa di hampir seluruh Puskesmas. Namun, untuk menegakkan diagnosa tes HIV belum ada di semua pelayanan kesehatan. Sementara untuk layanan perawatan dukungan pengobatan (PDP) ada 29 di Medan bagi yang sudah terinfeksi hiv.
Jadi, program pencegahan harus diikuti dengan layanan PDP, karena bila petugas lapangan membawa klie yang beresiko untuk tes dan ternyata di tes hasilnya positip harus disegerakan untuk terapi pengobatan. Namun, untuk pengobatan itu juga harus diperhatikan ketersediaan logistik ARV di kabupaten/kota.
Hal itu juga sesuai dengan program Kementerian Kesehatan RI yaitu saat terkonfirmasi HIV sebaiknya harus ditreatmen pengobatan, dilakukan dukungan psikologis oleh pegiat HIV dan konselor di pelayanan kesehatan. Makanya sangat dibutuhkan kerjasama konselor HIV yang ada di layanan VCT dengan LSM pegiat HIV yang melakukan pendampingan.
Terkadang, kendalanya pasien yang memang enggan melakukan pengobatan, satu sisi lembaga penggiat HIV ini mendapat suport pendanaan dari internasional. Dikhawatirkan sumber pendaaan itu tidak ada lagi, bagaimana ODHIV akan mendapatkan suport pendamping. Jadi diharapkan pemerintah tetap mensupport dana selain menyediakan obat dan tempat pelayanan kesehatan.
Dalam hal mendapatkan akses pelayanan, Erwin menilai selama ini mudah dan teman teman komunitas seperti di Medan bisa mengakses sesuai dengan keinginannya.
“Untuk Lost contak dalam pengobatan, masih ada karena hambatannya pasiennya jenuh minum obat atau faktor ekonomi, faktor jarak,” ujar Erwin.
Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Sumut Novita Rohdearni Saragih, SKM, M.Sc, MA mengatakan, program dinas kesehatan yaitu memperluas layanan HIV di Kab/Kota, meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal pengobatan ODHIV dan bekerjasama dengan lintas sektor dan lintas program. Sedangkan dana APBD untuk tahun ini yaitu Workshop IMS dan kegiatan untuk yayasan peduli ADHA.
Salah seorang yang terpapar atau terinfeksi HIV inisial PAR mengungkapkan dirinya karena merasa beresiko, melakukan cek sendiri dan hasilnya positif.
“Setelah tau, lakukan pengobatan,” katanya.
Walaun ia tau terinfeksi HIV, namun diakuinya dirinya tidak depresi, tidak galau. Apalagi untuk akses obat sudah terfasilitasi dengan baik.
Agar tidak putus obat, ia menyarankan untuk tetap teratur minum obat. “Aku memberikan testimoni apa yang kulakukan dan rasakan kepada mereka yang terinfeksi,” katanya yang merasakan sekarang semakin sehat.
Untuk itu, ia berpesan kepada yang terinfeksi agar tetap semangat, berjuang, utamakan pola hidup sehat, konsumsi obat teratur tanpa terfikir rasa bosan.
Ia juga berharap kepada pemerintah, tetap perjuangkan hak hak ODHIV, diberdayakan. Akses obat yang selama ini sudah baik tetap dipertahankan dan menjadi lebih baik lagi.
Oleh : Mhd. Yunan Siregar
Wartawa Harianstar.com