JAKARTA (HARIANSTAR.COM) – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut pentingnya model kepemimpinan inklusif.
Menurutnya, kepemimpinan inklusif dapat membawa pada terwujudnya kemaslahatan.
Hal ini disampaikan Menag saat menerima para pemimpin dan anggota The International Partnership on Religion and Sustainable Development (PaRD) di Masjdi Istiqlal, Jakarta. Dalam pertemuan ini, Menag yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal mengungkapkan kondisi kerukunan dan nilai-nilai Moderasi Beragama yang berkembang baik di Indonesia.
“Dalam sejarah peradaban manusia, kepemimpinan yang inklusif telah terbukti membawa kemaslahatan bagi umat manusia. Islam sendiri telah memberikan teladan yang relevan dalam hal ini,” kata Menag Nasaruddin Umar, di Jakarta, Selasa (4/2/2025) seperti dilansir dari laman Kemenag RI.
Nabi Muhammad SAW, kata Menag, adalah contoh pemimpin inklusif yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan keberpihakan pada kelompok rentan (mustadh’afin). “Kepemimpinan yang tidak hanya bersandar pada otoritas, tetapi juga pada uswah hasanah-keteladanan yang membawa manfaat dan maslahat bagi semua,” sambung Menag.
Menurutnya, kepemimpinan inklusif berupaya memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau status sosial, mendapatkan hak dan akses yang sama dalam layanan publik. Dalam konteks Kementerian Agama RI, konsep ini diimplementasikan melalui berbagai kebijakan yang memastikan layanan keagamaan inklusif bagi semua.
“Program penguatan Moderasi Beragama, misalnya, bertujuan untuk membangun sikap keberagamaan yang menghargai perbedaan, menolak ekstremisme, sekaligus untuk memperkuat kerukunan umat beragama,” sebut Menag.
Contoh lain, lanjut Menag, program fasilitasi layanan ibadah bagi kelompok rentan. Misalnya, penyediaan akses yang lebih baik ke rumah ibadah bagi penyandang disabilitas. Ini menjadi bagian dari upaya Kemenag menciptakan sistem yang lebih inklusif. Ini juga sudah diterapkan di Masjid Istiqlal.
“Kami juga terus memperkuat kerja sama dengan organisasi keagamaan untuk memastikan bahwa keberagaman dalam praktik beragama dapat berjalan dengan harmonis dalam bingkai kebangsaan. Dalam ajaran Islam, ada prinsip yang disebut maslahah mursalah. Kebijakan ini memastikan bahwa semua layanan keagamaan dapat diakses secara adil dan merata,” terang Menag.
Tampak hadir dalam pertemuan ini, Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin, Staff Khusus Menteri Agama Bidang Kerukunan dan Layanan Keagamaan, Pengawasan dan Kerjasama Luar Negeri, Gugun Gumilar, Staff Khusus Menteri Agama Bidang Kebijakan Publik, Media/Hubungan Masyarakat, dan Pengembangan SDM, Islmail Cawidu, dan Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi.
Dari PaRD hadir, Peter Prove (World Council of Churces, Switzerland), Dr. Berthold Weig, (Ministry of Federal Economic & Development, Germany), Stefan Sengstmann (World Vision Germany), Filip Buff Pedersen (CKU, Denmark), Andrea Kauffman (World Vision USA), Ruth Faber (EU-CORD, Belgium), Monika Kirchmann, (PaRD Secretariat, Germany), Syamsul Asri (ICRS UGM), Dr. Ekkardt Sonntag (Humboldt University, Germany), Dicky Sofjan, (Globethics, Indonesia), Peter Noack (PaRD Secretariat, Germany), Mejindarpal Kaur (United Sikh, UK), Gaetan Roy (Netzwerk M, Germany), Khushwant Singh (Head of Secretariat of PaRD, Germany), Nuria Isna Asyar (PaRD Co-Chair of Government Entities, Indonesian Ministry of Religious Affairs). (KemenagRI)