MEDAN (HARIANSTAR.COM) – Sejumlah elemen dan organisasi di Kota Medan yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GRASI) mengadakan pertemuan lanjutan untuk mendiskusikan rencana aksi sejuta tanda tangan Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GRASI) yang akan digelar pada hari Selasa, 22 April 2025. Pertemuan tersebut diadakan di Sekretariat Adv. Jasa Sembiring, Jalan Mandala Bypass, Medan, pada Senin (14/4/2025).
GRASI menyatakan sikapnya akan mendesak pemerintah untuk mengeluarkan Perppu tentang Penyitaan Aset Koruptor.
Menurut Ketua Pimpinan Wilayah Jaringan Pendamping Kinerja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Nico Nadeak, pertemuan lanjutan ini dilakukan untuk memantapkan aksi sejuta tanda tangan yang akan dilaksanakan pada Selasa, 22 April 2025, di Kantor DPRD Kota Medan dan DPRD Sumut. “Aksi ini akan terus berkelanjutan,” ujar Nico.
Ia menjelaskan, tuntutan aksi sejuta tanda tangan tersebut adalah untuk mendesak pemerintah pusat segera mengesahkan UU Perampasan Aset Para Koruptor. Selain itu, GRASI juga menyoroti darurat keadilan, darurat narkoba, dan konflik agraria yang saat ini sangat memprihatinkan.
Nico Nadeak juga meminta ketegasan dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang pada masa kampanye pernah berkomitmen untuk menindak para koruptor.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GRASI), Johan Merdeka, menyampaikan bahwa masih ada gerakan di Sumatera Utara yang konsisten ingin melihat negara ini bersih dari para koruptor serta pejabat yang gila jabatan dan uang. GRASI juga akan menyuarakan persoalan UU TNI, persoalan tanah, konflik agraria, dan investasi asing yang dinilai menjadi penyebab utama ketimpangan dan korupsi.
Menurut Johan, persoalan ini harus segera ditindaklanjuti dengan pengesahan UU Perampasan Aset Koruptor agar dapat direalisasikan. “Apabila DPR tidak bersedia, maka kami meminta Presiden Prabowo untuk segera mengeluarkan Perppu sebagai pengganti undang-undang tersebut,” ujarnya.
Sedangkan aktivis buruh, Dedi Izhar Daulay, menyampaikan harapannya kepada Presiden Prabowo. Ia mengingatkan pernyataan Presiden yang pernah menyatakan akan mengejar pelaku korupsi sampai ke Antartika.
“Menurut saya, tidak perlu sampai ke Antartika. Cukup tangkap pelaku korupsi yang ada di antara kita,” ujarnya.
Izhar juga merasa miris melihat Undang-Undang Omnibus Law dan UU TNI yang terkesan kejar tayang dan disahkan secara tergesa-gesa, sementara UU Perampasan Aset yang sangat urgen belum juga disahkan. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa korupsi bukan lagi momok yang menakutkan bagi para pejabat, melainkan sudah menjadi hal yang lumrah.
Ia juga menyoroti bahwa hampir setiap hari ada pemberitaan tentang korupsi, bahkan penegak hukum pun tidak luput dari praktik korupsi tersebut.
Oleh karena itu, kata Dedi, aksi yang akan dilakukan GRASI meminta keseriusan Presiden Prabowo Subianto untuk segera menetapkan atau menerbitkan Perppu atau Perpres terkait UU Perampasan Aset, apabila tidak disetujui oleh DPR yang ada di Senayan.
Joni Siregar dari Forum Rakyat Bersatu juga menyampaikan pendapatnya bahwa persoalan utama saat ini adalah menangkap mafia tanah, khususnya di Sumatera Utara, termasuk di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Kabupaten Langkat.
Menurut Joni, TNGL sebagai paru-paru dunia justru dikuasai oleh mafia tanah, termasuk perusahaan-perusahaan seperti PT Putri Hijau dan PT Rapala. “Tangkap semua yang terlibat, termasuk PTPN II. Apa dasar PTPN II menjual dan bekerja sama dengan mafia tanah?” tegasnya.
Ia juga meminta kepada Kapolda Sumut dan Kejati Sumut untuk segera menangkap mafia tanah dan tidak membiarkan mereka terus beraksi di Sumatera Utara.
Syafruddin Ali, selaku Direktur Operasional Firma Hukum Jasa Justitia Investigation, mengatakan, “Selaku kuasa hukum dari GRASI, kami akan memastikan bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan peserta unjuk rasa, seperti merusak fasilitas umum atau mengganggu ketertiban umum. Kami juga akan melindungi para peserta aksi agar tidak dikriminalisasi oleh siapa pun,” ucap Ali. (RED)