JAKARTA (HARIANSTAR.COM) –
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan pentingnya percepatan dan penyelarasan digitalisasi dokumen pertanahan lintas lembaga guna mempercepat proses penyaluran kredit perbankan. Penegasan ini disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam Focus Group Discussion (FGD) nasional bertema “Penguatan Sinergi Digitalisasi Dokumen Pertanahan dalam Mendukung Penyaluran Kredit Perbankan yang Aman, Efisien, dan Terintegrasi” di Jakarta, Senin.
FGD tersebut dihadiri Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, jajaran pimpinan OJK, perwakilan ATR/BPN, pimpinan bank umum, asosiasi perbankan, serta notaris/PPAT dan organisasi profesi terkait.
Dalam sambutannya, Dian menekankan bahwa digitalisasi dokumen pertanahan merupakan kunci percepatan proses kredit tanpa mengurangi prinsip kehati-hatian. Menurutnya, digitalisasi juga dapat memperkuat keamanan agunan serta memitigasi risiko administrasi dan operasional. Ia menegaskan forum lintas sektor ini diinisiasi OJK untuk membangun kolaborasi yang lebih erat antara otoritas pertanahan, regulator keuangan, industri perbankan, notaris, PPAT, dan lembaga terkait lainnya.
Dian juga menyampaikan komitmen OJK dalam memperkuat dukungan terhadap agenda digitalisasi pertanahan melalui penyempurnaan regulasi, pengawasan adaptif, dan pengembangan inisiatif keuangan digital. Transformasi tersebut dinilai menjadi enabler penting dalam percepatan pembiayaan, khususnya bagi sektor produktif, UMKM, dan perumahan.
Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, dalam kesempatan yang sama menegaskan dukungan legislatif terhadap percepatan digitalisasi pertanahan sebagai bagian dari reformasi tata kelola nasional. Ia menyarankan verifikasi data pertanahan dimulai dari hulu, termasuk pengecekan geospasial, agar kevalidan dokumen benar-benar terjamin.
Rifqi juga menyoroti perlunya penguatan kewenangan BPN dalam aspek penegakan hukum. Menurutnya, keberhasilan digitalisasi pertanahan hanya dapat dicapai melalui peningkatan integritas sistem dan kepastian hukum bagi masyarakat maupun pelaku usaha.
Sementara itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyampaikan harapan agar transisi menuju digitalisasi pertanahan berjalan lancar dengan kolaborasi seluruh sektor. Ia mengajak perbankan lebih proaktif dalam melakukan verifikasi dokumen yang digunakan sebagai jaminan kredit agar proses kredit tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.
FGD ini juga menjadi ajang penyelarasan persepsi antarinstansi terkait implementasi Sertipikat Tanah Elektronik (Sertipikat-el) dan Hak Tanggungan Elektronik (HT-el) di sektor perbankan. Melalui forum ini, peserta memperoleh sosialisasi kerangka regulasi, akses data untuk verifikasi, pencegahan agunan ganda, serta penyamaan peran notaris dan PPAT sebagai penjaga autentisitas dokumen.
Transformasi digital pertanahan yang dijalankan Kementerian ATR/BPN merupakan bagian dari kebijakan nasional untuk mewujudkan layanan pertanahan modern, efisien, dan transparan. Bagi sektor jasa keuangan, digitalisasi dokumen pertanahan berpengaruh signifikan terhadap proses penyaluran kredit, mengingat dokumen tanah merupakan agunan utama dalam pembiayaan perbankan.
Hasil kajian OJK menunjukkan Sertipikat-el dan HT-el berpotensi mempercepat penyaluran kredit serta meningkatkan akuntabilitas perbankan. Namun, sejumlah tantangan masih ditemukan, di antaranya perbedaan standar verifikasi antarbank, belum seragamnya pemahaman mengenai keabsahan dokumen elektronik, serta belum optimalnya integrasi sistem untuk mencegah agunan ganda. Selain itu, dukungan operasional berupa SLA dan helpdesk dinilai perlu diperkuat.
OJK mencatat kinerja intermediasi perbankan tetap positif sepanjang 2025. Hingga September 2025, kredit tumbuh 7,70 persen (yoy) menjadi Rp8.162,8 triliun, sementara kredit pemilikan rumah (KPR) tumbuh 7,22 persen (yoy) per Agustus 2025. Pertumbuhan ini didorong likuiditas perbankan yang kuat serta kebijakan moneter yang akomodatif.
Sejak 2023, OJK telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk memperkuat akselerasi kredit yang sehat dan prudent, termasuk membuka ruang pembiayaan pengadaan lahan dan proyek perumahan sejak tahap awal, serta menurunkan bobot ATMR KPR menjadi 20 persen—yang merupakan level terendah. Kebijakan tersebut turut meringankan kebutuhan permodalan bank dan memperkuat penyaluran kredit perumahan dan UMKM.
Di akhir forum, OJK, Komisi II DPR RI, dan Kementerian ATR/BPN sepakat melanjutkan koordinasi dan kerja sama untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan keamanan sistem digitalisasi pertanahan yang berkaitan dengan dokumen jaminan kredit perbankan. (RED)




























