MEDAN (HARIANSTAR.COM) – Nilai tukar petani (NTP) sumut pada bulan Juli mengalami kenaikan sebesar 0.71% di level 139.78. kenaikan nilai tukar petani di Sumut ditopang oleh sejumlah sub sektor seperti tanaman pangan naik 1.13%, hortikultura naik 2.46%, perkebunan rakyat naik 0.63%. Sementara peternakan dan perikanan masing-masing alami penurunan.
Hal itu dikatakan, Gunawan Benjamin, Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Rabu (13/8) pagi.
Ditambahkannya, untuk tanaman pangan, kenaikan harga gabah (GKP) yang sempat menyentuh 8.300 per Kg di Sumut, menjadi pemicu kenaikan NTP petani. Dan saat ini kita tengah memasuki musim panen raya padi yang bisa mendorong penurunan harga GKP di tingkat petani. Meski demikian harga GKP diproyeksikan tidak akan berada di bawah 6.500 per Kg, selama pemerintah masih menjaga harga, ujarnya.
“kalaupun harga GKP alami penurunan, diproyeksikan NTP untuk tanaman pangan masih akan berada diatas 101. Artinya petani padi masih mendapatkan keuntungan dari tanamannya. Yang paling miris adalah sekalipun terjadi kenaikan NTP untuk tanaman hortikultura di bulan Juli, namun NTP tanaman hortikultura masih jauh dibawah 100, atau tepatnya di angka 88,” jelas Gunawan.
Dan dibulan agustus ini, sejumlah komoditas hortikultura seperti cabai merah, cabai rawit, cabai hijau, bawang merah hingga tomat berpeluang turun. Ini akan menjadi masalah besar bagi petani di Sumut. Dimana kenaikan harga pada bulan Juli tidak mampu mengembalikan daya beli para petani kita. Dan untuk komoditas karet dan sawit diproyeksikan masih berpeluang membaik di bulan agustus, tambah Gunawan.
Gunawan menyebutkan NTP perkebunan rakyat diproyeksikan stabil cenderung naik dibulan agustus. Selanjutnya untuk NTP peternakan diproyeksikan stabil. Pasokan ayam potong, telur ayam, daging sapi maupun sumber protein lain diproyeksikan cukup untuk tidak memicu terjadinya gejolak harga. Saya memperkirakan NTP petani dibulan agustus ini berpeluang alami penurunan, katanya.
“Penurunan NTP akan memicu kekecewaan petani hortikultura. Kemampuan finansial mereka melemah, dan modal untuk bercocok tanam tergerus dan berpotensi membuat produksi tanaman hortikultura seperti cabai mengalami penurunan. Saya menghitung ada potensi terjadinya lompatan inflasi yang soignifikan pada kuartal keempat tahun 2025. Ini yang perlu diwaspadai oleh pemerintah. Karena lompatan inflasi tanpa dibarengi dengan pemulihan daya beli akan kian melemahkan kemampuan belanja masyarakat di Sumatera Utara, “tutup Gunawan.(abi)