MEDAN (HARIANSTAR.COM) – Industri sawit di tanah air masih dinaungi kabar baik dari kesepakatan tarif AS – Indonesia, penurunan BI rate, serta masih tingginya demand (permintaan) untuk produk minyak kelapa sawit. Kabar baik kesepakatan tarif AS sebesar 19% membuka peluang bagi produk minyak kelapa sawit tanah air lebih kompetitif dibandingkan dengan produk serupa dari Malaysia.
Terlebih Malaysia dikenakan tarif impor oleh AS sebesar 25%. Diatas kertas produk minyak kelapa sawit dari Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih baik, khususnya untuk memasuki pasar di AS. Walaupun tarif bukan satu-satunya yang merubah peta persaingan.
“Kita memang harus melihat secara keseluruhan bagaimana konstelasi persaingan setelah kebijakan tarif nantinya, ” jelas Gunawan Benjamin, Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, di Medan,Kamis (17/7) pagi.
Selanjutnya, ada penurunan BI rate yang akan menekan biaya operasional perusahaan kelapa sawit. Bagi pelaku usaha BI rate ini akan menekan beban bunga. Terlebih jika perbankan juga menurunkan beban bunga pinjaman ke pelaku usaha sawit. Dengan bunga yang rendah, sektor ril akan lebih mudah beroperasi. Dan bagi Sumut, penurunan bunga acuan akan berkorelasi positif bagi industri pengolahan minyak kelapa sawit, ujar Gunawan.
Dikatakanya, demand untuk produk minyak kelapa sawit yang masih dalam tren naik juga menjadi kabar bagus bagi industri sawit. India masih memimpin kenaikan demand atau permintaan sejauh ini. Diproyeksikan demand masih akan kuat hingga bulan September mendatang. Jadi sekalipun tanpa kesepakatan tarif, demand hingga dua bulan yang akan datang tetap akan tinggi, tambah nya.
Umumnya buyer (pembeli) sudah melakukan kesepakatan transaksi dalam periode pengiriman di masa yang akan datang. Dan pada bulan oktober nanti, harga sawit baru akan mulai menghadapi tantangan baru dari pesaing utamanya seperti minyak kedelai atau biji bunga matahari. Produksi minyak kedelai dan biji matahari diproyeksikan membaik pada bulan oktober.
“Situasi tersebut memungkinkan penurunan harga kedelai yang bisa memicu koreksi pada harga CPO. Namun situasinya bisa saja tidak jauh berbeda, dimana setelah 1 agustus nanti konstelasi persaingan minyak nabati tetap mendudukkan minyak kelapa sawit Indonesia pada posisi tawar yang lebih baik dari produk CPO negara sahabat, “ungkapnya.
Saat ini, lanjut nya tren kenaikan harga CPO masih berlanjut. Tren naik terjadi sejak bulan mei dan harga CPO saat ini ditransaksikan dikisran $979 per ton. Kelapa sawit di tanah air tengah mendapatkan banyak sentimen positif, dimana sentimen tersebut berpeluang bertahan dalam jangka panjang, tutup Gunawan. (Abi)