SERGAI (HARIANSTAR.COM) – Yusrizal (23) warga Desa Arapayung kecamatan Pantai Cermin, kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) di vonis Majelis Hakim dalam kasus dugaan pencurian sepeda motor lawas jenis Grand Astrea yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri Sei Rampah,dengan hukuman 3 tahun penjara,Senin (3/11/2025).
Sidang dimulai pada pukul 15.40 wib, dipimpin oleh Hakim Ketua Novelita Sembiring,dengan Anggota Novira Sembiring dan Bethari Carolina.
Sedangkan terdakwa didampingi Kuasa Hukum Ranto Sibarani,Kamaluddin Pane dan Surya Hasibuan.
Hakim Ketua Novelita Sembiring dengan suara halusnya bak membaca puisi,sekitar 23 menit membacakan putusan yang nyaris tidak terdengar oleh pengunjung sidang terbuka untuk umum itu.
Yusrizal didakwa Jaksa Penuntut Umum Jinta P. Sitepu dari Kejari Sergai, dengan tuntutan hukuman 4 tahun penjara dengan berbagai keanehan, dakwaan kalau terdakwa dituduh mencuri satu unit sepeda motor jenis Honda Grand Astrea di halaman Mesjid Taqwa Pekan Sei Rampah,Kecamatan Sei Rampah.
Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan Yusrizal tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam dakwaan primer, namun terbukti dalam dakwaan subsider, sehingga dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun.
Terkait dengan putusan tersebut kuasa hukum terdakwa usai persidangan, melalui Ranto Sibarani menilai putusan tersebut tidak mencerminkan keadilan dan sarat kejanggalan hukum. Ia menyebut seharusnya terdakwa dibebaskan karena bukti yang diajukan tidak kuat.
“Perkara ini penuh keanehan. Barang bukti sepeda motor yang disebut-sebut dicuri tidak pernah ditemukan hingga sekarang. Sementara satu-satunya bukti hanyalah rekaman CCTV yang tidak pernah dilakukan uji forensik di Polda Sumut,” tegasnya.
Menurutnya, dalam persidangan, sejumlah saksi menyatakan wajah di rekaman CCTV mirip dengan terdakwa, namun para saksi tersebut tidak mengenal Yusrizal sebelumnya.
“Bagaimana mungkin seseorang bisa menyatakan bahwa orang di CCTV itu adalah Yusrizal, sementara mereka tidak pernah mengenalnya? Ini hanya cocoklogi,” ujarnya.
Ranto juga menyoroti bahwa sejak proses penyidikan, Yusrizal tidak didampingi pengacara pilihannya sendiri, melainkan pengacara yang ditunjuk penyidik tanpa sepengetahuannya.
“Hal ini jelas melanggar hak asasi terdakwa dan seharusnya menjadi pertimbangan penting bagi majelis hakim,” tegasnya.
Selain itu, Ranto mengungkap adanya dugaan pelanggaran prosedur saat persidangan dengan agenda meminta keterangan saksi anak di bawah umur.
“Pada saat saksi anak dihadirkan, hakim tidak menerapkan prosedur perlindungan anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Setelah kami ingatkan, baru kemudian hakim menyadari bahwa itu saksi anak,” tambahnya.
Pihaknya memastikan akan menempuh upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Medan, bahkan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim ke Komisi Yudisial (KY).
“Kami meyakini bahwa Yusrizal adalah korban salah tangkap. Dengan bukti yang lemah, saksi yang tidak mengenal terdakwa, serta banyak prosedur yang dilanggar, seharusnya majelis hakim berani memutus bebas,” jelas Ranto.
Selain itu Ranto juga menambahkan, jika Majelis Hakim jeli dan berpengalaman, seharusnya mengerti kalau barang bukti itu Honda Grand Astrea sudah berusia hampir 10 tahun. Dan kondisinya mungkin sudah Sepmor tua,entah ada surat – suratnya atau tidak kita gak tau,karena barbutnya tidak ditampilkan oleh JPU dalam persidangan.” Kalau dijualpun, taksiran kami tak sampai dua juta rupiah. Nah,kalau menurut Peraturan Mahkamah Agung (Perma),kalau kasus pidana yang nilainya tidak sampai Rp 2,5 juta jelas i i ranahnya menjadi Tindak Pidana Ringan, karena nilai barang bukti sangat kecil.
Ia menilai penerapan pasal dan vonis terhadap Yusrizal tidak proporsional dan mencederai rasa keadilan.
“Putusan ini bukan hanya tidak adil bagi Yusrizal, tapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang seharusnya melindungi rakyat kecil,” pungkasnya.
Seorang pengunjung yang menghadiri persidangan tersebut,usai melihat jalannya sidang mengatakan,”bagaimana kondisi ruang sidang PN Sei Rampah yang bernilai milyaran rupiah ini,ini kan Sidang Terbuka untuk Umum. Bagaimana kita mendengarkan suara Hakim yang memutuskan perkara,kalau suaranya “macam berbisik”.
Seharusnya, pihak PN Sei Rampah memasang alat pengeras suara sekalipun khusus di ruang sidang saja. Ini speaker nya aja yang nampak,tapi tak ada suaranya”,ucapnya kesal. (biet)




























