MADINA (HARIANSTAR.COM) – Kabupaten Mandailing Natal (Madina) sejak lama dikenal sebagai daerah religius. Namun, seiring maraknya aktivitas tambang ilegal di sejumlah kecamatan, etika dan nilai keagamaan perlahan terkikis. Salah satunya ditandai dengan menjamurnya kafe-kafe yang diduga menyediakan praktik maksiat.
Hasil investigasi dan pengakuan warga Linggabayu serta Rantobaek menyebutkan, sejumlah kafe di dua kecamatan itu diduga menyediakan puluhan pekerja seks komersial (PSK) yang sengaja didatangkan dari Kota Medan dan Sumatera Barat. Mirisnya, di antaranya disebut masih di bawah umur.
Selain praktik prostitusi, kafe-kafe tersebut juga disebut menjadi tempat peredaran minuman keras dan narkoba. Ironisnya, hingga kini aktivitas mereka berjalan lancar tanpa tindakan tegas dari aparat penegak hukum maupun pemerintah setempat.
Seorang warga Linggabayu yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, salah satu kafe di kawasan tersebut, yakni Kafe Joring, menyediakan setidaknya 20 PSK. “Di sana ada kamar, narkoba, dan perempuan PSK. Mereka bisa melayani sampai pagi,” ungkapnya akhir pekan lalu.
Di Kecamatan Rantobaek, keberadaan Kafe Sibanggor di Desa Manisan juga disebut tidak kalah ramai. “Polanya sama. PSK yang di Kafe Joring juga berpindah-pindah ke kafe di Rantobaek setiap malam,” jelasnya.
Disebutkan, dua kafe beroperasi rutin setiap malam di Sibanggor Manisak. Satu milik inisial Ks yang sudah berjalan lima tahun, dan satu lagi milik inisial Mr yang baru berdiri sekitar satu tahun.
Menurut warga, kafe-kafe tersebut pada siang hingga malam awal beroperasi seperti rumah makan biasa. Namun, setelah pukul 22.00 WIB, berubah menjadi ajang hiburan bebas. “Bahkan sampai gendong-gendongan,” tambahnya.
Lebih mengejutkan, warga menyebut pengunjung kafe didominasi oknum kepala desa, aparat, hingga pengusaha tambang dan sawit. “Kalau ingin lebih leluasa, mereka melanjutkan ke hotel di Panyabungan dengan membooking PSK,” bebernya.
Ia juga mengaku, sejumlah kepala desa yang ada agenda ke Pemkab Madina kerap sengaja tidak membawa ibu-ibu PKK agar bisa memanfaatkan kesempatan itu.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada konfirmasi dari aparat penegak hukum, pemerintah kecamatan, tokoh agama, MUI, maupun tokoh masyarakat terkait keberadaan kafe-kafe tersebut. (AFS)