SIMALUNGUN (HARIANSTAR.COM) – India dan Indonesia memiliki hubungan sejarah dan budaya yang mendalam. kedua negara memiliki banyak kesamaan. Perdagangan antara India dan Indonesia sudah terjadi sebelum abad ke-13 mulai dari hasil pertanian berupa rempah-rempah hingga pakaian dan perhiasan.
Dari interaksi ini lahir akulturasi budaya yang masih terasa hingga kini, salah satunya pada komunitas keturunan India yang hidup berdampingan di Sumatera Utara.
Salah satu yang merasakan langsung warisan tersebut adalah Depiqa Sheila Damanik, wanita kelahiran 1992 berdarah Batak–India. Putri dari almarhum Giman Damanik dan Bibi Aisyah Khan ini memilih untuk menjadikan hari pernikahannya sebagai panggung perpaduan dua identitas besar yang melekat dalam dirinya.

Sheila sapaan akrabnya mengisahkan kembali suasana penuh warna dan kehangatan budaya dalam pesta pernikahannya.
Meski bersanding dengan pria keturunan Jawa, Sheila tidak meninggalkan akar budaya keluarganya. Ia justru menjadikan momen sakral pernikahannya sebagai ruang pertemuan antara adat Batak yang agung dengan tradisi India yang sarat makna.
Pesta pernikahan yang digelar meriah itu menghadirkan rangkaian prosesi adat Batak seperti menortor, disusul beragam tradisi khas India. Di antaranya, Mehndi atau menghias tangan dan kaki pengantin perempuan dengan lukisan indah menggunakan pasta daun pacar.
“Mehndi ini di kampung saya dikenal hena, hampir semua pengantin perempuan di sini berhena, tapi uniknya kalau kami malam berhena ini lebih khusus. Jadi seluruh keluarga perempuan ikut serta dalam prosesi, bahkan ada juga malam luluran pakai kunyit atau dibilang haldi, tapi waktu itu saya gak pakai karena waktu,” ujar Sheila.
Kemeriahan tidak berhenti di situ. Ada pula permainan tradisi India seperti mencari koin dalam ember berisi air, sebuah simbol untuk keberuntungan pasangan baru.
“Walau nggak semua tradisi bisa dilakukan, karena sudah banyak yang hilang, tapi setidaknya saya ingin ada sentuhan kecil yang mengingatkan pada darah India di keluarga kami,” tambahnya.
Sheila juga tampil menawan dalam balutan lehenga, busana khas pengantin perempuan India yang gemerlap. Sementara sang suami mengenakan sherwani. Namun, ketika prosesi adat Batak dimulai, keduanya berganti dengan busana Simalungun lengkap dengan ulos. Perpaduan pakaian ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para tamu undangan.
“Banyak yang terkesan karena jarang ada pesta pernikahan yang pakai baju India di sini. Mama dan adik juga ikut memakai. Jadi suasananya makin berwarna. Hiburan pun kami buat seimbang, ada musik Batak dengan gondang, tapi juga ada lagu India biar suasananya lebih berkesan,” ujar Sheila.
Pernikahan itu tak hanya menjadi pesta keluarga, melainkan juga perayaan identitas dan kebhinekaan. Tradisi India dan Batak yang menyatu dalam satu peristiwa sakral menunjukkan bahwa warisan budaya bisa hidup berdampingan di Indonesia dengan indah.
“Buat saya, ini cara sederhana untuk menjaga agar anak-anak nanti tetap tahu kalau mereka punya darah India sekaligus Batak. Tradisi ini jangan sampai hilang,” tutup Sheila. (RED)




























