MEDAN (HARIANSTAR.COM) – Pemerintah daerah di Indonesia dinilai perlu mencari sumber pendanaan alternatif di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang selama ini masih sangat bergantung pada transfer pusat. Salah satu opsi yang bisa ditempuh adalah melalui instrumen pasar modal berupa obligasi daerah dan sukuk daerah.
Kepala Wilayah Bursa Efek Indonesia (BEI) Provinsi Aceh, Thasrif Murhadi, mengatakan keterbatasan APBD sering kali menjadi kendala dalam membiayai pembangunan infrastruktur maupun layanan sosial. Di sisi lain, tuntutan pembangunan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
“Pasar modal memberi jawaban baru melalui penerbitan obligasi dan sukuk daerah. Dengan cara ini, pemerintah daerah bisa menghimpun dana langsung dari masyarakat maupun investor institusi,” ujar Thasrif di Banda Aceh.
Menurutnya, partisipasi publik dalam pembangunan tidak lagi sebatas pajak dan retribusi, melainkan juga berbentuk investasi dengan imbal hasil. “Inilah wujud kemandirian fiskal yang lebih nyata, di mana masyarakat ikut terlibat sebagai investor sekaligus penerima manfaat pembangunan,” tambahnya.
Thasrif menjelaskan, obligasi daerah adalah surat berharga berupa pengakuan utang yang diterbitkan pemerintah daerah melalui mekanisme penawaran umum di pasar modal. Sedangkan sukuk daerah berbasis prinsip syariah dengan adanya proyek atau aset sebagai dasar transaksi. Keduanya diperdagangkan di pasar modal dengan regulasi ketat dari OJK, Kementerian Keuangan, serta aturan terkait.
Jika dijalankan, obligasi maupun sukuk daerah akan memberi banyak manfaat. Selain memperluas sumber pendanaan, penerbitan instrumen ini juga mendorong transparansi dan disiplin fiskal. Prosesnya menuntut laporan keuangan yang diaudit BPK, pemeringkatan dari lembaga rating, serta keterbukaan informasi kepada publik.
“Dengan tata kelola yang baik, kredibilitas keuangan daerah akan meningkat di mata masyarakat dan investor. Ini modal berharga untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan pasar keuangan,” tutur Thasrif.
Dana hasil penerbitan instrumen ini, lanjutnya, dapat dipakai membiayai proyek prioritas seperti rumah sakit, terminal, pasar tradisional modern, hingga program berbasis lingkungan dan energi terbarukan. Selain memperbaiki layanan publik, proyek tersebut juga menciptakan efek ganda bagi perekonomian lokal.
Meski demikian, Thasrif mengingatkan tantangan tetap ada. Pemerintah daerah harus disiplin agar tidak terjebak pada beban utang di masa depan. Selain itu, kesiapan aparatur dan dukungan politik dari DPRD menjadi kunci sukses. “Jika daerah berani melangkah, obligasi dan sukuk akan menjadi tonggak baru percepatan pembangunan, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pusat,” pungkasnya. (RED)