TEHERAN (HARIANSTAR.COM) – Sedikitnya delapan warga Palestina sebagian besar anak anak tewas diserang rudal Israel saat mengambil air di Gaza.
Serangan ini menambah bencana sldan memperburuk suasana di daerah tersebut.
Menurut pejabat kesehatan setempat,
rudal Israel menghantam keluarga pada Minggu yang sedang mengumpulkan air di kamp pengungsi Nuseirat.
Ledakan itu juga menyebabkan tujuh belas orang lainnya terluka, yang merobek wadah plastik dan mengirimkan pecahan peluru ke kerumunan.
DIkutip dari Tasnim menyebutkan, Ahmed Abu Saifan, seorang dokter gawat darurat di Rumah Sakit Al-Awda, menggambarkan pemandangan itu sebagai “kengerian yang tak terlukiskan.”
Militer Israel mengakui rudal tersebut mengalami malfungsi dan mendarat “puluhan meter dari target yang dituju,” dengan klaim bahwa rudal tersebut bertujuan untuk membunuh seorang pejuang Jihad Islam.
Kekurangan air di Gaza meningkat karena persediaan bahan bakar habis, sehingga menutup fasilitas desalinasi dan sanitasi dan memaksa penduduk mengantre selama berjam-jam di titik pengumpulan.
Beberapa jam setelah serangan Nuseirat, serangan udara Israel lainnya menghantam sebuah pasar di Kota Gaza, menewaskan 12 orang, termasuk konsultan rumah sakit yang dihormati, Ahmad Qandil, menurut laporan media Palestina.
Israel tidak memberikan komentar langsung mengenai pengeboman pasar tersebut.
Kementerian kesehatan Gaza melaporkan, perang telah menewaskan lebih dari 58.000 orang sejak Oktober 2023, dengan lebih dari separuhnya diidentifikasi sebagai wanita dan anak-anak.
Meskipun terjadi pembantaian, para pemimpin Israel terus menolak konsesi dalam negosiasi gencatan senjata yang sedang berlangsung di Qatar.
Pembicaraan tidak langsung mengenai usulan gencatan senjata selama 60 hari telah terhenti, karena Hamas menolak peta penarikan Israel yang akan membuat sekitar 40% wilayah Gaza berada di bawah pendudukan, termasuk seluruh Rafah.
Pada Minggu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan para menterinya akan membahas rencana untuk merelokasi ratusan ribu warga Palestina ke Rafah, yang digambarkan oleh Menteri Perang Israel Katz sebagai “kota kemanusiaan,” sebuah tindakan yang secara luas dikutuk sebagai pemindahan paksa.