MEDAN (HARIANSTAR.COM) – Damnpak bencana besar yang melanda wilayah Sumatera barat, Aceh dan Sumatera Utara memaka laju tekanan inflasdi di Sumut berpeluang berada di atas 0.4% atau mencapai skenario 0.7% hinjgga 1% pada Desember secara bulanan atau month to month.
Jika tanpa ada bencana yang melanda, Sumut berpeluang mencetak laju deflasi dalam rentang 0.1% hinggga 0.17% di penghujung tahun ini.
Proses pencacahan data selama bulan Desember tahun ini terbilang sangat rumit. Ada banyak varian harga serta gap atau perbedaan yang jauh berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain di Sumut.
Sebagai contoh, harga cabai merah pada bulan Agustus tercatat rata-rata lebih rendah 7.8% di kota medan, meskipun di wilayah lainnya masih berpeluang mencatatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya, ujar Gunawan Benjamin, Pengamat Ekonomi Sumut di medan (29/12).
Dua kota seperti Sibolga dan Gunung Sitoli Nias sempat mengalami lompatan harga diatas 100 ribu per Kg dan hingga 200 ribu per Kg. Yang jika di rata-ratakan maka harga sebenarnya masih lebih tinggi. Selanjutnya ada kenaikan harga yang signfikan dari komoditas lainnya seperti cabai rawit yang rata-rata naik hingga 130%, katanya.
Disusul kemudian harga bawang merah naik sekitar 8.6%, telur ayam naik 2.2%, hingga harga daging ayam naik sekitar 7.2%. Selanjutnya harga beras yang terpantau naik sekitar 500 per Kg, meskipun tidak terjadi serentak di sejumlah wilayah yang ada di Sumut.
“Volatilitas harga cukup tinggi dalam sebulan terkahir. Dimana masalah gangguan pasokan atau supply menjadi pemicu kenaikan harga.” ungkap Gunawan
Gunawan mengungkapkan, Sejumlah fenomena yang saya rangkum dalam sebulan terkahir adalah terjadi penundaan pada penurunan harga cabai merah, distribusi memutus pasokan cabai rawit dari Aceh ke Sumut, gangguan distribusi mengganggu supply bawang merah, hingga kenaikan harga jagung dan bencana membuat pengendalikan pasokan ayam menjadi tidak maksimal, ucapnya.
Bencana di akhir bulan November kemarin telah memciu kenaikan harga barang ditengah tekanan demand atau belanja masyarakat. Jadi pada dasarnya inflasi lebih dikarenakan olh sisi persediaan atau supply yang benar-benar memburuk.
Padahal dari hasil observasi terjadi penurunan yang signifikan pada omset yang ada di pasar induk tuntungan, ungkapnya.
Sehingga masyarakat Sumurt mendapatkan dua pukulan ekonomi sekaligus. Pertama bencana memporak porandakan aset dan menekan belanja masyarakat. Kedua masyarakat justru harus membayar harg ayang lebih mahal karena bencana itu sendiri, pungkasnya. (Abi)



























